BUDHA DALAM SIWA SIDANTHA INDONESIA

Kata “Budha” ini bukanlah dimaksudkan Budha Gautama atau Shakya-muni itu. Kata Budha ini dimaksudkan jiwa atau batin dari manusia karena jiwa manusia adalah sama jiwa yang maha besar yang disebut “Parama Budha” atau Tuhan Yang Maha Esa.

Untuk memperjelas pengertian terhadap Budha dan Parama Budha. Seorang ahli sastra yakni Empu Tantular :

“Cri Bajrajnana Cunyatmaka Parama Siranidhya Rin Rat Wicesa. Lila Cudda Pratisten Hredaya Jaya-Jaya Nken Maha Swargga Loka. Ekha Chatren Carira Nuripi Sahananin Bhur Bhuah Swah Prakirnna. Saksad Candrarkka Purnnadbhuta Ri Wijilliran Sangka Ri Boddha Citta”.

Artinya : Sang Hyang Budha adalah jiwa gaib yang maha besar (Cunyatmaka) dan Maha Esa (Parama). Tidak ada duanya (tandingannya) serta Maha Kuasa diseluruh alam. Menjadikan Bajagia Suci (nirwana). Jika Ia ditempatkan dan dipuja dalam batin, seakan-akan maha surga-loka. Ia yang tinggal itu menjadi payungnya badan kita dan yang menjiwai sekalian yang ada dalam Tri Bhuwana ini. Laksana bulan atau matahari yang bulat penuh serta menakjubkan hati tat kala keluarnya dari batin orang penganut Budha.

“Singgah yan siddha yogicwara san satwya lawan bhatara sarwwajna murtti cunya ganal alit inucap mustinin dharwa tatwa sanciptan pet ulik rin hati sira sekungan yoga lawan semadhi. Byaktan iwir bharata citta ngrasa riwa-riwani n nirmala cintya rupa”

Adapun yang berhak mendapat gelaran Pendeta (Yogiswara) ialah orang yang telah lulus dapat manunggal kepada Hyang Budha. Segala batinnya telah menjadi Sepi (Sepining Pamrih), berkuasa merupakan besar atau kecil, inilah disebutkan inti sarinya ajaran-ajaran Agama (Dharma). Coba cari Ia didalam batin sendiri, persatuan kekuatan dan kemauan dengan Yoga dan Semadhi. Tetapi agaknya atau banyak orang keragu-raguan dalam batinnya merasakan gambaran-gambaran yang disebutkan suci karena merupakan suci.

Jadi Budha yang menjadi jiwa berkuasa memberi hidup kepada manusia dan selanjutnya menyebabkan manusia dapat bergerak, dapat melihat, mendengar, mencium, merasakan keadaan benda-benda yang manusia tempuh dalam kehidupan sehari-hari didalam dunia maya ini. Jika Budha sudah tidak ada dalam badan manusia maka badan tidak akan dapat bergerak atau disebut juga Manunggal (Mati).

Budha selama bersatu kepada badan, ialah yang berkuasa, memerintahkan, mengerakan seluruh anggota badan dgn amat cepat dan tangkasnya. Sinar geraknya Budha yang pertama kali, mengadakan Budhi, kemudian Budhi ini mengembang menjadi Budhaya, Budhaya ini meluas menjadi Kebudayaan.

”Rwaneka dhatu winuwus Buddha wisma, Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen, mangkang jinatwa kalawan siwatatwa tunggal, Bhinneka ika tan hana dharma mangrwa”

Artinya bahwa Agama Buddha dan Agama Siwa (Hindu) merupakan zat yang berbeda, tetapi nilai nilai kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah Tunggal. Terpecah Belah, Tetapi Satu Jua, artinya tidak ada dharma yang mendua. ungkapan dalam bahasa jawa kuno tersebut secara harfiah mengandung arti Bhinneka (Beragam) , Tunggal (Satu) Ika (Itu) yaitu beragam satu itu.

“Siwa Tan Kita Budha, Budha Tan Kita Siwa”
Siwa tanpa Budha Tidak bisa, Budha tanpa Siwa Tidak Bisa.. Keduanya adalah Satu.

Ida Bagus Arnawa